Gemar berbagi melalui ragam teks fiksi dan nonfiksi.

Temuan MIT: Menulis Esai dengan ChatGPT Menurunkan Daya Kritis

Minggu, 6 Juli 2025 17:34 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Menulis dengan ChatGPT mengurangi berpikir kritis
Iklan

Menulis adalah berpikir, berpikir adalah menulis, dan ketika kita menghilangkan proses tersebut, apa artinya berpikir?

***

Sejak diperkenalkan pada akhir 2022, ChatGPT telah menjadi alat bantu tulis yang mudah diakses oleh mahasiswa. Namun, penelitian terbaru dari MIT menunjukkan bahwa penggunaannya untuk menulis esai berpotensi mengurangi pemerolehan keterampilan berpikir kritis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam studi yang masih berupa preprint dan belum peer‑review, 54 mahasiswa dewasa di wilayah Boston dibagi ke dalam 3 kelompok. Kelompok pertama menggunakan ChatGPT. Kelompok kedua, hanya menggunakan mesin pencari. Kelompok ketiga, menulis esai sepenuhnya berdasarkan pemikiran sendiri.

Mereka diminta menulis dalam durasi 20 menit. Aktivitas otak direkam menggunakan EEG. Hasilnya sangat mencolok: kelompok pengguna ChatGPT mencatat nilai lebih rendah di semua aspek. Mereka juga menunjukkan konektivitas otak yang lebih sedikit antar area, serta lebih dari 80 % tidak dapat mengutip apapun dari esai yang mereka tulis. Sebuah gambaran yang sangat berbeda dibandingkan kelompok lainnya, yang hanya sekitar 10 % mengalami hal serupa.

Para pengajar menilai tulisan generatif AI atau Akal Imitiasi ini soulless, walau tata bahasa dan struktur kalimat rapi. Esai tersebut kekurangan kreativitas, mencerahkan, dan kepribadian. Selain itu, pada sesi ketiga tampak kecenderungan plagiarisme: mahasiswa hanya sekadar copy–paste atau salin tempel teks dari ChatGPT.

Salah satu profesor, Jocelyn Leitzinger dari University of Illinois Chicago, bahkan menyoroti banyak mahasiswa tidak memahami isi esainya sendiri, seperti pertanyaan diskriminasi yang selalu melibatkan tokoh “Sally” karena model AI merasa itu nama yang umum. Sebuah indikasi hilangnya autentisitas cerita personal.

Nataliya Kosmyna dari MIT, peneliti utama, mengingatkan bahwa generalisasi hasil ini terlalu dini. Studi ini berskala kecil. Berbagai judul media yang menyebut penggunaan ChatGPT merusak otak atau membuat malas dianggap berlebihan.

Pada sesi keempat, mahasiswa yang sebelumnya menulis tanpa AI lalu diperbolehkan memakai ChatGPT, justru menunjukkan peningkatan konektivitas otak. Sebuah tanda bahwa AI bisa bersifat edukatif jika digunakan sebagai alat bantu, bukan pengganti.

Pakar lain, Ashley Juavinett dari UC San Diego, juga menyorot keterbatasan metodologi: jumlah partisipan kecil, durasi singkat, dan kurang rigor dalam efek neurologis pemakaian LLM.

Leitzinger menyoroti kekhawatiran besar: mahasiswa mulai mengandalkan ChatGPT tanpa memahami subjek terlebih dulu. Ini setali tiga uang dengan penggunaan kalkulator tanpa menyadari konsep dasar. Risikonya adalah melewatkan tahapan kritis untuk memahami sebuah topik. Realita saat ini yang membuat mahasiswa dilema: di beberapa kelas AI dianggap sumber bantuan, namun di kelas lain penggunaannya dilarang.

AI bukanlah musuh. Ia mampu merangsang ide dan menghemat waktu jika dipakai bijak. Penelitian dari MIT ini mengingatkan bahwa jika proses menulis, sejatinya merupakan proses berpikir yang dihilangkan. Esensi berpikir itu sendiri yang akan menghilang. Seperti pertanyaan dari Leitzinger yang dikutip phys.or  berikut.

“Writing is thinking, thinking is writing, and when we eliminate that process, what does that mean for thinking?”  Maknanya: Menulis adalah berpikir, berpikir adalah menulis, dan ketika kita menghilangkan proses tersebut, apa artinya berpikir?"

Penggunaan ChatGPT untuk menulis esai bisa mengurangi keterlibatan kognitif dan pemahaman mahasiswa. Namun, ada potensi memanfaatkan AI sebagai alat bantu kreatif jika penggunaannya disertai pemahaman dan kontrol dari pengguna. Bukan sebagai jalan pintas sekaligus substitusi proses berpikir.

Sebagaimana diketahui, MIT atau Massachusetts Institute of Technology merupakan universitas riset ternama yang berlokasi di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. MIT dikenal sebagai salah satu institusi terdepan di dunia dalam bidang teknologi, sains, dan penelitian inovatif. ***

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler